Reseller Dropship: Solusi bisnis mudah dan murah!

Pernahkah anda mendengar ungkapan seperti ini: 

“Kalau mau bisnis itu mesti butuh modal besar. Kalau modal cupet ya jangan bisnislah!” 

atau yang begini: 

“Kalau mau bisnis ya mesti mau repot. Rugi dalam bisnis itu sudah biasa” 

Apakah anda percaya dengan ungkapan itu? Kalau iya, (maaf) berarti anda ketinggalan jaman. Kenapa begitu? Ya. Karena sekarang ada cara mudah dan murah memulai bisnis, yakni “Bisnis Reseller Dropshiping”. 


Apa itu Reseller Dropshiping? Bisnis Reseller Dropshiping atau yang sering disebut (disingkat) dengan Dropship adalah sebuah sistem bisnis yang memungkinkan Anda menjual berbagai macam produk langsung dari produsen / grosir kepada konsumen. Enaknya, Anda tak perlu melakukan stok barang dengan belanja terlebih dulu. Bahkan tak perlu repot mengemas & mengirim barang kepada konsumen. Sangat murah dan mudah bukan. 
:-) 

Lalu apa yang Anda lakukan? Anda hanya melakukan penawaran atau promosi saja! Ya betul, hanya promosi saja. Terserah mau promosi lewat apa. Boleh lewat media online, seperti: toko online, blog, forum, milis, jejaring sosial (Facebook, Twitter), iklan baris, bahkan secara offline sekalipun. 

Setelah Anda mendapatkan pesanan dari konsumen, produk akan dikemas dan dikirimkan langsung oleh produsen / grosir kepada konsumen / pembeli atas nama dan alamat Anda! Seakan-akan Andalah yang punya barang atau toko tersebut. Tentu peluang Anda untuk mendapatkan pesanan kembali dari konsumen yang sama cukup besar kan. 

Enaknya lagi, di sini Anda bisa menentukan sendiri besar keuntungan yang Anda inginkan. Asyik kan? :-) 

Bisnis ini sangat cocok untuk Anda yang ingin berjualan tetapi tak punya modal, tak punya produk sendiri & tak mau repot dengan urusan pengemasan dan pengiriman barang. Yup, karena semua keribetan itu sudah ditangani pihak produsen / grosir yang bertindak sebagai penyedia layanan reseller dropship. 

Anda berminat? Klik disini!

Supported by: www.BisnisMuda.web.id

Mengungkap Rahasia Tulisan (fiksi) yang Mengispirasi

Anda penyuka fiksi? (boleh cerpen atau novel). Pernahkah anda terpancing emosi saat anda membaca ceritanya? (Emosi yang saya maksud tidak harus marah, bisa: menangis, tertawa, mencak-mencak, hingga tergerak untuk melakukan tindakan nyata). Padahal anda tahu, itu tulisan fiktif. Bahkan ketika anda sudah selesai membaca cerita, lalu buku ditutup, isi cerita seolah tetap berbisik dan hidup dalam kepala anda, untuk sekian lama.

Lalu kenapa ada pula cerita yang hanya memberi hiburan sesaat saja―ketika anda sedang membaca―dan sesudah itu anda lupa samasekali?

Apa sih rahasianya tulisan fiksi yang inspiratif?

Mohon bersabar. Mari dibahas pelan-pelan.:)

Sudah menjadi ketentuan, bahwa yang fiktif itu hanya berupa karangan. Meski dalam sampul sebuah novel, misalnya, tertera: ditulis berdasar kisah nyata, namun tentu tidak sepenuhnya nyata. Bisa saja sebagian memang berdasar kejadian nyata (faktual), namun pastilah sebagian tercampur polesan imajinasi penulisnya, terlepas dari berapa persen yang fakta (nyata), berapa persen yang fiktif (tidak nyata). Namun ajaibnya, meski sejak awal sudah sadar bahwa novel tidak sepenuhnya nyata, beberapa pembacanya terbujuk untuk melakukan hal serupa dalam novel itu. Kenapa bisa begitu?

Rahasianya adalah: cerita yang inspiratif tidak hanya mengisahkan kronologi sebuah peristiwa, namun juga menyisipkan nila-nilai (values). Nilai yang bagaimana? Menurut Derek Rowntree dalam karyanya “A Dictionary of Education”, nilai mengandung: moral, keindahan, kepercayaan, serta ukuran. Ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan penulis melalui sebuah cerita. Pesan yang mengandung nilai kebenaran.

Jadi intinya, cerita inspiratif tidak hanya menyampaikan sebuah cerita yang ”benar” (true), tapi juga menyampaikan sebuah “kebenaran”(truth).

“Lho emangya beda?”

Tentu berbeda. Menulis yang sekedar benar (true), hanya menceritakan jalannya cerita, memaparkan fakta-fakta. Tanpa ada sisipan pesan moral di dalamnya. Namun dalam menulis yang disertai kebenaran (truth), si penulis memberinya muatan-muatan pesan yang bermanfaat bagi pembacanya.

Ambil contoh: novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Sebuah cerita tentang 10 anggota Laskar Pelangi yang belajar di sekolah yang ruang kelasnya lebih mirip kandang kambing dibanding kelas untuk belajar. Juga tentang Lintang yang rela bersepeda menempuh perjalanan 80 kilometer demi untuk sekolah.

Memang, sebagian fakta dalam novel itu benar―berupa pengalaman masa kecil Andrea―tapi tentu tidak seluruhnya benar. Namanya juga fiksi. Seperti jarak yang ditempuh Lintang, oke, kita menganggap angka 80 kilometer itu benar. Karena kita tidak ada di tempat itu dan secara langsung terlibat. Tapi sejatinya, terlepas dari kevalidan jarak yang ditempuh itu, ada kebenaran (truth) cerita berupa: betapa Lintang (seorang murid SD miskin) tetap bersemangat dan pantang menyerah demi meraih pendidikan.

Selain mampu memotivasi dan memberi asupan “nutrisi jiwa” bagi pembacanya, tulisan inspiratif yang mengandung nilai kebenaran (truth) kebal dimakan massa. Ia akan terus relevan seiring waktu yang menggelinding. Tentu menyenangkan bila tulisan kita tidak hanya menghibur, namun mampu mengajak orang untuk berbuat kebaikan.

Anda tertarik untuk mencobanya?
Salam inspirasi.
:)

(terilhami oleh tulisan Roy Goni berjudul Storytelling)

Melancong ke Samarinda (#4)

Melihat dari dekat Kampung Pampang, Kampung Budaya Adat Dayak

Di depan rumah adat di Kampung Pampang

Inilah posting terakhir tentang pengalamanku di Samarinda. Pengalaman yang paling kutunggu-tunggu dan menduduki rencana teratas dalam kunjunganku ke kota Samarinda: berkunjung ke kampung budaya Pampang. Kampung budaya adat Dayak.

Melancong ke Samarinda (#3)

Tradisi Makan Ikan dan Wadai
Kisahku kali ini masih merupakan cerita pengalamanku di Samarinda. Namun sedikit berbeda dengan tulisan sebelumnya tentang Masjid Islamic Center dan Eksotika Sungai Mahakam, kali ini tak berhubungan dengan tempat. Melainkan tentang tradisi kuliner orang Samarinda.

Begitu tiba di rumah budhe, aku langsung merebahkan badan di atas karpet ruang tamu. Kepala pening mabuk kendaraan, perut mual akibat tak bersua dengan nasi lebih dari 12 jam, kaki-tangan pegal sebab kebanyakan duduk, sungguh siksaan sempurna di antara sambutan sengat matahari khatulistiwa.

Setelah menyalami kami, tuan rumah masuk sebentar, lalu keluar dengan sebakul nasi, sayur terong, ikan goreng, tempe goreng, dan sambal terasi. Hmm..sungguh tuan rumah yang pengertian. Hehe.. Kami pun makan bersama.

Ini ikan haruwan. Silakan dicoba,” tuan rumah mempersilakan.
Kalau di Jawa ikan gabus,” ia menambahi sambil tersenyum, ketika aku tak langsung mencicipi waktu dipersilakan tadi.

Kucuil sedikit. Rasanya memang serupa dengan ikan gabus yang pernah kumakan. Hanya saja lebih hambar. Berhubung lapar, aku tetap bersantap dengan lahap.

Sambil makan, sepupuku menerangkan, “Di sini ikan menjadi lauk wajib. Makan belum sempurna tanpa lauk ikan”. Aku mendengar sambil mengangguk sesekali.

Ikan yang disantap bisa ikan laut maupun air tawar. Namanya pun sebagain masih asing di telingaku. Ada ikan haruan (yang ternyata ikan gabus ala Kalimantan), ikan biawan (seperti ikan sepat), ikan biji nangka (seperti tongkol namun berwarna merah), dan lain-lain.

Meski terdengar memalukan, harus kuakui: pertama kali aku
makan kepiting ya di Samarinda. hehe..

Di pasar tradisional dan di swalayan, mudah sekali dijumpai penjual ikan. Bahkan di beberapa ruas jalan, penjual ikan menggelar dagangannya di tepi jalan. Ikan yang di jual masih dalam keadaan segar. Beberapa dijual masih hidup. Di Blitar, hanya ikan lele yang dijual hidup-hidup.
Bila boleh berpendapat, Samarinda dan sekitar adalah surga pecinta ikan. Bagi kamu yang gemar makan ikan, lidahmu akan termanjakan di sini.

Wadai
Selain tradisi makan ikan yang terbilang tinggi, masyarakat Samarinda juga tak terlalu tergantung dengan: makan harus nasi. Lain dengan masayarakat di Blitar, setidaknya di desaku, yang selalu menyertakan nasi di setiap kesempatan makan: pagi, siang, dan malam.

Mereka mangganti nasi dengan kue, yang mereka sebut wadai. Cukup sarapan dengan 2-3 potong wadai dan minum air di pagi hari. Begitu juga di saat berbuka puasa, kala bulan Ramadhan. Lain sekali dengan orang Blitar kebanyakan, yang meski sudah makan dua mangkuk bakso, 3 biji pisang goreng, dan semangkuk mie ayam, belum bisa dikatakan makan, kecuali menyantap sepiring nasi. (Saya termasuk di antaranya. Hehe..)

Ada beraneka kue tradisional yang kujumpai di Samarinda. Namanya pun masih terdengar asing di telingaku. Ada amparan tatak (komposisinya dan rasanya seperti nagasari, hanya berbeda dalam penyajian), ada papare (bentuknya dan warnanya seperti kue kelepon, namun sedikit memanjang dan rasanya lain), bobongko, aneka lapis yang tidak dinamai lapis, serta serabi yang disajikan apa adanya. Tak seperti serabi di Blitar yang dimakan bersama dawet (cendol), sehingga terkenal dengan dawet serabi.

Wadai amparan tatak yang rasanya mirip nagasari

Khusus untuk wadai serabi, rupanya beberapa orang Samarinda yang berjiwa inovatif telah mengubah citra tradisional dan kampungan yang melekat pada serabi, dan menjadikannya serabi modern dan berkelas. Caranya? Bila serabi tradisional disajikan apa adanya, mereka menciptakan serabi aneka rasa. Rasa nangka, rasa duren, bertabur meses, taburan keju, nanas, dan lain-lain. Tempat penjualan pun tak lagi melulu di pasar tradisional, melainkan di tempat-tempat yang bila dikunjungi anak muda, tidak membuatnya turun pamor: di ruko dan depan supermarket. Mari acungkan jempol untuk sang inovator serabi. :-)

Sebuah contoh yang bagus bukan. Bila sudah demikian, kue-kue tradisional khas daerah se-nusantara yang jumlahnya bejibun, tak perlu minder lagi untuk go internasional. Sederajat dengan pizza-nya orang Itali atau burger-nya Paman Sam.

Nah, sebelum kue-kue tradisional Indonesia merambah mancanegara, alangkah baiknya bila kita mencicipinya lebih dulu. Tentu tak lucu bila suatu ketika orang bule bererita, “Serabi itu enak ya? Aku suka yang rasa duren”. Sementara kita cuma bengong. Jangankan mencicipi, dengar namanya saja baru sekali. Plis deh!

Sekian dulu cerita saya. Sampai bertemu di kisah saya selanjutnya.

Yuk makan wadai..
:-)

Melancong ke Samarinda (#2)

Eksotika Mahakam

Masih cerita tentang ikon kota Samarinda. Bila sebelumnya kukisahkan tentang masjid Islamic Center, kali ini tentang sungai Mahakam.

Tak banyak yang ku ketahui tentang sungai Mahakam. Nama Mahakam hanya sesekali ku dengar dulu ketika aku masih kelas 4 SD, saat pelajaran IPS. Juga ketika aku sering melewatinya di Blitar, kota kelahiranku, karena nama Mahakam digunakan sebagai nama jalan di Blitar. Namun berjumpa langsung dengan sungai terpanjang kedua di Kalimantan, setelah sungai Kapuas, ini baru sekarang kesampaian. Maka sayang bila pengalaman berharga ini, tidak kuceritakan kepada kalian.

Aku bukan seorang wartawan sungguhan. Maka sangat mungkin tulisanku nantinya miskin data dan subyektif. Tak mengapa. Karena perjalanan hidup adalah sejarah. Menarik atau tidak, sejarah patut ditulis dan dibagi-bagi. :-)

Dengan hanya mengandalkan panca indera, searching di internet, dan digital Nikon belum SLR (pinjaman dari sepupu), inilah pengalamanku berjumpa dengan Mahakam. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda di bagian hilir.
Berdiri di haluan kapal, melempar pandang ke hamparan Mahakam

Singgahlah di tepi mahakam sembarang waktu. Lepaskan pandang ke segala penjuru. Setiap saat, perahu-perahu besar pengangkut ponton batubara hilir mudik melintas di atas Mahakam. Di sudut lain, puluhan perahu motor kecil nampak bersandar seperti melepas lelah. Begitu banyak perahu motor kecil di sungai Mahakam adalah gambaran, bahwa beberapa wilayah di Kalimantan Timur hanya dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi sungai. Bahkan, transportasi sungai masih menjadi andalan bagi pengangkutan barang di Kalimantan Timur. Untuk perahu motor kecil, mereka menyebutnya ketinting. Sedangkan untuk yang lebih besar, taksi air. Perahu-perahu inilah andalan masyarakat sekitar untuk mengangkut hasil bumi yang diperdagangkan antarpulau, diekspor ke berbagai negara tetangga, para nelayan pencari ikan, serta untuk kegiatan jual beli ikan hasil tangkapan.
Berpose dengan latar belakang kapal pengangkut batubara

Sementara di tepian Mahakam, khususnya di sore dan malam hari, berjajar lapak-lapak penjual makanan dan minuman, demi memanjakan pengunjung yang menikmati panorama Mahakam. Seperti juga lapak makanan, pengunjung yang datang ke tepi Mahakam, semakin senja semakin ramai. Terutama pasangan pemuda pemudi.
Perahu ketinting (sumber: http://www.kutaikartanegara.com)

Menyaksikan matahari lingsir ke peraduan, mendengar irama kecipak air yang menampar tepian, menghirup aroma segar air sungai, dan memasrahkan diri dibelai semilir sepoi, adalah kenikmatan tersendiri yang ditawarkan Mahakam.

Bila kawan ingin membeli oleh-oleh khas Kalimantan Timur, tak jauh dari Mahakam mudah sekali ditemui penjual amplang dan telur penyu.

Nah, apakah tulisanku ini cukup untuk membuat kamu tertarik untuk mengunjungi Mahakam?
:-)

Melancong ke Samarinda (#1)

Megahnya Masjid Islamic Center

Terwujud juga keinginanku berkunjung ke kota Samarinda. Ibukota Kalimantan Timur yang terlintasi garis khatulistiwa itu, sejak bertahun silam ku cuma mendengar ceritanya. Kini aku benar-benar hadir dalam pelukannya.

Harapanku selalu bila diperkenankan ke Samarinda, tiga tempat yang “wajib” kukunjungi: Masjid Islamic Center, Kampung dayak yang dihuni penduduk asli borneo, sungai Mahakam yang disandari rupa-rupa kapal besar kecil, serta satu yang “sunah”: kompleks kerajaan tinggalan kasultanan di Tenggarong.

Senin, 25 Juli 2011, tiga hari terhitung sejak pesawat yang kutumpangi mendarat di bandara Sepinggan, Balikpapan, harapanku terwujud mengunjungi Masjid Islamic Center. Inilah masjid fenomenal yang menjadi salah landmark kota Samarinda itu.
Tanda peresmian masjid

Masjid Islamic Center berdiri megah di kelurahan Teluk Lerong Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia. Masjid termegah dan terbesar kedua se-Asia Tenggara setelah Masjid Istiqlal ini berlatar depan berupa tepian sungai Mahakam—sungai terbesar di propinsi Kalimantan Timur.
Berpose usai jamaah dhuhur

Masjid ini memiliki luas bangunan utama 43.500 meter persegi. Untuk luas bangunan penunjang adalah 7.115 meter persegi dan luas lantai basement 10.235 meter persegi. Sementara lantai dasar masjid seluas 10.270 meter persegi dan lantai utama seluas 8.185 meter persegi. Sedangkan luas lantai mezanin (balkon) adalah 5.290 meter persegi.

Masjid Islamic Center saat dijerang terik

Bangunan masjid ini memiliki sebanyak 7 menara dimana menara utama setinggi 99 meter yang bermakna asmaul husna atau nama-nama Allah yang jumlahnya 99. Menara utama itu terdiri atas bangunan 15 lantai masing-masing lantai setinggi rata-rata 6 meter. Sementara itu, anak tangga dari lantai dasar menuju lantai utama masjid jumlahnya sebanyak 33 anak tangga. Jumlah ini sengaja disamakan dengan sepertiga jumlah biji tasbih.
Malam melebur Masjid Islamic Center

Selain menara utama, bangunan ini juga memiliki 6 menara di bagian sisi masjid. Masing-masing 4 di setiap sudut masjid setinggi 70 meter dan 2 menara di bagian pintu gerbang setinggi 57 meter. Enam menara ini juga bermakna sebagai 6 rukun iman.

Sekian ceritaku dari Samarinda. Sampai jumpa di ceritaku berikutnya.
:D


(data: dari berbagai sumber)

Ada Udang di Balik Batu, Ada Hikmah di Balik Musibah

Sering manusia mengeluh atas realitas yang tidak sesuai dengan keinginan. Padahal, di balik realitas pasti ada rencana Sang Pencipta yang seringkali manusia lupa dan tidak menyadarinya. Karena kita manusia acapkali menilai dari satu sisi saja. Sementara Tuhan menetapkan segala sesuatunya dengan segala pertimbangan Maha Detil. Melewati perhitungan matang dari berbagai dimensi.

Dari sekian banyak manusia yang terlambat menemukan hikmah, saya termasuk di dalamnya. Bahkan saya sempat frustasi akibat impian yang saya pelihara siang malam harus kandas di tengah jalan.

Pertengahan tahun 2005, beberapa bulan setelah lulus sekolah, saya ditawari seorang kenalan untuk mengikuti seleksi program beasiswa oleh sebuah organisasi ternama di bidang pendidikan yang membiayai anak berprestasi namun tak punya cukup biaya. Karena kuliah merupakan salah satu mimpi saya, sementara keluarga waktu itu tak punya cukup biaya untuk menguliahkan, saya pun memberanikan diri untuk mendaftar. Meski harus saya akui, saya jauh dari kriteria remaja berprestasi. :-P

Salah satu tes awal seleksi, yaitu para peserta disuruh membuat tulisan opini dengan tema yang telah ditentukan. Berhubung saya suka mengarang, ujian itu pun tak begitu memberatkan. Saya pun lolos seleksi tanpa banyak menemui kesulitan berarti. Tentu PD dong! :-)

Namun kePDan saya sedikit menyusut, manakala saya datang ke kantor penyelenggara dan melihat daftar nama peserta yang lolos seleksi. Ternyata para peserta seleksi beasiswa begitu banyak. Saya lupa persisnya. Mungkin sekitar 500an orang. Hati saya semakin ciut saat mengetahui bahwa seluruh peserta lolos adalah siswa SMA, dan hanya saya satu-satunya siswa SMK! Lain itu, perkiraan saya mereka berangkat dari SMA favorit di masing-masing daerah asal. Karena rata-rata mereka dari SMA 1, 2, atau 3.

Namun saya benar-benar pasrah akan hal itu. Saya hanya berpikir, kalau toh saya tak lolos seleksi, itu sangat lumrah. Mengingat pesaing-pesaing saya bukan anak-anak sembarangan. Dan bila saya bisa lolos, itu semata kuasa Tuhan. Saya benar-benar rileks mengikuti setiap tes.

Di luar dugaan, ternyata saya bisa juga lulus ujian hingga tahap ke 4. Dengan kata lain, saya lolos seleksi beasiswa. Bukan main senangya. Rasa-rasanya, sebelah kaki telah menginjak tangga mimpi.

Kini hanya tinggal menentukan apakah saya lolos Seleksi Masuk Perguruan Tinggi (SPMB). Sekedar tau, program beasiswa itu hanya merekomendasikan perguruan tinggi negeri terkemuka dan jurusan dengan passing grade tinggi. Itu artinya, masih ada ujian lagi yang tak kalah sulit harus saya lewati.

Demi bisa lolos SPMB saya putuskan untuk keluar dari pekejaan, lalu ikut bimbingan belajar dengan sisa uang gaji. Saya benar-benar fokus pada impian: kuliah!

Semua berjalan lancar, hingga memasuki hari pengumuman hasil tes SPMB. Betapa kecewanya ketika saya melihat nama saya tidak tercantum di Koran sebagai peserta yang lolos SPMB. Saya benar-benar down dengan kenyataan itu. Beberapa hari berikutnya perut rasanya selalu penuh dan semua makanan terasa hambar. Saya tak tahu harus bagaimana menentukan sikap. Samasekali tak ada rencana cadangan. Dan samasekali tak pernah saya duga, saya akan gagal!

Ya Tuhan. Kenapa aku tak kau ijinkan untuk bisa kuliah di kampus itu? Bukankah niat kuliah itu terpuji? Apakah aku kurang layak untuk bisa kuliah?

Berbagai macam pertanyaan pun tumpah.

Namun ternyata tak berapa lama setelah pengumuman itu Tuhan menunjukkan rencana besarNya. Sebuah keajaiban terjadi. Saat berkunjung ke rumah seorang teman sekolah, saya diberi informasi kuliah gratis. Diploma satu. Tempatnya di blitar. Bahkan tak hanya gratis, masih ada tambahan uang saku sekian ratus ribu per bulan. Tanpa berpikir panjang, saya sambar saja kesempatan berharga itu.

Begitu lulus diploma satu, keajaiban terjadi lagi. Saya mendapat info tentang kuliah dengan harga sangat terjangkau dan masih berlokasi di Blitar. Lagi-lagi tanpa banyak buang waktu, saya pun mencari informasi, lalu mendaftar. Hingga kini.

Setelah saya renungkan, baru saya bisa menemukan hikmah atas “musibah” saat saya gagal dalam tes SPMB waktu itu. Betapa Tuhan Maha Adil, memberikan porsi yang sesuai dengan kemampuan dan minat saya. Tak terbayang bila waktu itu saya diterima di jurusan manajemen atau administrasi niaga, pilihan saya dalam tes SPMB. Betapa otak saya yang suka membelot bila berhadapan dengan angka akan terengah-engah sepanjang kuliah.

Nah kawan. Mulai sekarang hindari mengeluh atas segala realitas yang tak sesuai dengan keinginan kita. Berpikir positif lah. Berbaik sangka lah kepadaNya. Selalu yakinlah, setiap apa yang ditetapkanNya, pasti ada hikmah yang menyertainya.

Siapkan hati seluas angkasa, jernihkan pikiran menghadapi setiap kenyataan. Apapun yang menimpa, niscaya anda akan menerimanya dengan bahagia.

Salam damai.

(Masih) Kiat Teknis Mengirim Naskah ke Media Massa (via email)

Melanjutkan tulisan sebelumnya tentang kiat pengiriman naskah ke media massa. Yang lalu sudah dibahas teknis pengiriman via pos. Kini giliran kita bahas teknik pengiriman via email.

Memang, di jaman serba internet seperti sekarang rasanya kirim mengirim naskah lebih praktis bila dilakukan lewat email. Biayanya pun lebih murah. Namun tidak semua media massa (setidaknya sampai tulisan ini diposting) menerima kiriman naskah lewat email. Maka saya merasa perlu membagi tips mengirim naskah melalui pos maupun email.

Masih dengan semangat berbagi inspirasi, berikut saya bagi kiat mengirim naskah via email. Spesial untuk anda. ;-)

Kiat untuk naskah
  1. Jangan “aneh-aneh“
    Tulis naskah dengan format penulisan standar: Times New Roman, 12. Lalu judul buat dengan ukuran font lebih besar, 16 misalnya. Tak perlu menambah gambar atau Word Art. Supaya naskah mudah diunduh redaktur, mudah pula dibuka dan dibaca.

  2. Agar naskah mudah dikenali
    Agar naskah mudah dikenali di antara sekian banyak naskah lain, namai file sesuai dengan judul, jenis, dan nama penulis. Misal: “Perjuangan Katiyem-Cerpen-Shofa”. Itu artinya: cerpen berjudul Perjuangan Katiyem karya Shofa. Dengan begitu redaktur akan mudah mengenali: ini naskah apa, milik siapa.

  3. Format dokumen naskah yang ideal
    Setelah selesai menulis, simpan file dalam format Rict Text Format (rtf). Mengapa harus rtf? Sebab file rtf sangat fleksibel dan cenderung aman dari virus. Cara menyimpan file dalam bentuk rtf sangatlah mudah. Saat hendak menyimpan data, klik “save as”. Lalu di kotak dialog “save as” yang terbuka, cari isian “save as type”. Kemudian pilih opsi Rich Text Format (rtf). Jadi deh! :-)

Kiat mengirim naskah
  1. 1 file 1 naskah
    Selalu ingat, setiap naskah tersimpan dalam 1 file. Misalnya: biodata sendiri, naskah sendiri. Agar redaktur tidak kerepotan harus memisah-misah naskah menjadi file yang berbeda.

  2. Tempatkan yang penting di hanya lampiran
    Tempatkan biodata dan naskah dalam lampiran (file attachment). Selain kurang aman dari virus, meletakkan naskah di badan email juga menyulitkan proses editing. Gunakan badan email hanya untuk pengantar singta mengirim naskah. Misalnya: Assalam. Wr. Wb. Yang saya hormati redaktur majalah X. Saya shofa, mengirim naskah beserta lampirannya. Semikian. Terimakasih. Wassalam. Wr. Wb.

  3. Tulis yang sesuai di subyek email
    Kolom judul email (subject email) berfungsi serupa dengan amplop pada surat. Bila dalam kiat mengirim naskah via pos telah saya sarankan untuk menulis jenis naskah pada sisi kiri-atas amplop, maka melalui email cukup dengan menulis di kolom subject email. Misal: “naskah cerpen-Perjuangan Katiyem”. Ini akan membantu redaktur untuk mengenali naskah anda sebalum melihat isinya.

Itulah kiat-kiat sederhana dalam mengirim naskah ke media massa. Cukup mudah dilakukan bukan?

Akhir kata, mari terus berkarya. Demi hidup yang lebih bermakna,.
:-)

Sumber: Nerwsletter BelajarMenulis.com karya Jonru (www.jonru.net)

(Lagi) Kiat Teknis Mengirim Naskah ke Media Massa (via pos)

Di suatu pagi yang segar, diiringi cericit burung ditiup udara sejuk, sambil menyeruput kopi tiba-tiba pak Fulan terbelalak. Bukan karena tersedak. Matanya tak percaya membaca tulisan yang menurutnya biasa-biasa, tapi bisa tampil di harian pagi yang dipegangnya. “Kalau tau begini aku sudah bikin darti dulu-dulu”.

Gambaran di atas hanyalah fiktif. Cuma karangan belaka. Namun tidak menutup kemungkinan, anda pernah mengalaminya bukan? Melihat tulisan yang dimuat di media, lalu kepingin mengirim yang serupa. Berharap dapat duit dan terkenal.

Tapi, bagaimana caranya?

Aha! Saya punya solusinya! (diucapkan sambil menunjuk ke atas dan mata mengerjab-ngerjab) :-P

Sesuai judulnya, postingan saya kali ini masih berhubungan dengan tulisan saya sebelumnya, membahas seputar: kiat teknis mengirim naskah ke media massa. Namun secara lebih khusus yang ingin saya ulas adalah teknis pengiriman via pos.

Demi mempermudah pemahaman, kiat-kiat teknis mengirim ini saya kelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu: sebelum , ketika, dan sesudah menulis naskah. Berikut uraiannya:

Sebelum menulis
  1. Mengenali segmen media
    Setiap media massa punya kelompok sasaran audiens. Siapa yang hendak disasar sebagai pembaca, biasanya sudah ditetapkan sejak awal media didirikan. Sasaran audiens inilah yang juga sering disebut segmen media.

    Dengan mengenal segmen media yang hendak dipilih untuk dikirimi naskah, anda akan tahu, naskah anda lebih cocok untuk pembaca yang mana. Isi naskah pun bisa menyesuaikan dengan segmen medianya.

  2. Mengenali karakter media
    Masih serupa dengan kiat nomor 1 di atas, agar naskah kita sesuai, akan lebih baik kalau kita mengetahui karakter media. Meski segmen pembacanya sama, bisa jadi karakter media tersebut berbeda.

    Misal: media A dan media B menyasar konsumen yang sama, yaitu kalangan remaja. Namun media A lebih menyukai cerita tentang perjuangan, sementara media B lebih welcome dengan cerita cinta-cintaan. Ini sangat mungkin terjadi.

    Lalu bagaimana cara mengetahui karakter sebuah media? Lakukan riset sederhana dengan membaca dan mengamati tulisan-tulisan yang dimuat di media tertentu. Dengan begitu anda akan mengetahui karakter media tersebut.


Ketika menulis
  1. Buat tulisan menarik sekilas pandang
    Ada semacam pameo yang akrab dalam dunia marketing: "Sebelum konsumen tertarik dengan produk, ia harus tertarik dengan penampilan penjualnya". Nampaknya pameo itu masih relevan digunakan dalam rangka mengirim naskah ke media.

    Setiap hari, seorang redaktur berhadapan dengan naskah-naskah yang terkumpul begitu banyaknya. Besar kemungkinan ia tidak akan meneliti dan membaca setiap naskah satu per satu. Iya kalau cuma satu dua naskah, kalau ratusan? Belum lagi ada deadline yang menanti mereka. Maka redaktur akan memilih tulisan yang paling menarik di antara sekian banyak naskah.

    Anda tidak perlu merias naskah dengan banyak foto atau bahkan menempel hiasan kertas warna-warni demi membuat naskah terlihat menarik. Yang begitu itu bukan menarik, tapi norak. :> Tulisan menarik yang dimaksud di sini cukup dengan menulis naskah dengan rapi dan jelas.

    Beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan, misal dengan memberi garis tepi (margin) 3 cm di setiap sisi tulisan, menggunakan spasi 1,5 atau dobel spasi, dan sebagainya. Dengan begitu naskah yang anda kirim tidak kelihatan rumit dan berat.

  2. Ikut aturan main
    Setiap media massa punya aturan main tentang teknis penerimaan naskah. Aturan ini bisa tentang jumlah karakter maksimal, jenis dan ukuran kertas, atau bisa juga tentang lewat mana naskah itu harus dikirim—apakah pos, email, atau fax.

    Aturan-aturan seperti itu biasanya dicantumkan dalam media massa. Anda bisa melihatnya. Kalau toh aturan-aturan seperti itu tidak dicantumkan, tak ada salahnya bertanya langsung ke redaksi. Lewat email, telepon, atau apa saja terserah. Seperti yang sudah saya lakukan dan tulis di postingan yang lalu (lihat di sini).

    Amat disayangkan bila karya anda yang bagus ditolak hanya karena kepanjangan atau malah terlalu pendek. Tidak sesuai dengan aturan media yang bersangkutan.

  3. Tak kenal maka tak sayang
    Meskipun bukan yang utama dan satu-satunya, nama besar seorang penulis sering dijadikan jaminan tulisannya akan dimuat, dengan anggapan bahwa naskah yang ditulis pasti berkualitas. Tidak semua media memprioritaskan nama penulis ketimbang mutu tulisan. Maka tidak perlu khawatir tulisan anda langsung ditolak, hanya karena anda seorang pemula.

    Anda bisa menjadi terkenal meski belum pernah ada tulisan anda yang dimuat. Caranya? Perkenalkan diri setiap kali mengirim naskah. Sertakan biodata diri, secukupnya saja. Sertakan pula prestasi yang pernah anda raih seputar penulisan—bila ada.

    Dengan selalu memperkenalkan diri, sementara frekuensi pengiriman anda semakin tinggi, besar kemungkinan nama anda akan dikenal redaksi. Kemungkinan untuk dimuat pun semakin besar. Coba saja!


Setelah tulisan rampung dan siap kirim
  1. Agar amplop mudah dikenali
    Dari sekian tumpuk amplop yang masuk di meja redaksi, isinya ada bermacam naskah. Biasanya, amplop-amplop itu kemudian dipilah-pilah sesuai dengan kategorinya—apakah termasuk cerpen atau opini—tanpa melihat dulu isinya.

    Agar naskah anda teridentifikasi jenisnya, tulis kode yang sesuai di sisi kiri atas amplop. Misal yang anda kirim cerpen, tulis di sana: CERPEN. Dengan membantu tugas redaksi mengenali jenis tulisan, terbuka juga peluang naskah anda akan sampai di tangan redaktur yang bersangkutan. Karena biasanya setiap jenis tulisan ditangani redatur yang berbeda.

  2. Agar naskah anda tidak terbuang percuma
    Setiap penulis pasti berharap besar besar agar naskah yang dikirim selalu dimuat. Namun faktanya, tidak bisa begitu. Salah besar bila naskah yang ditolak hanya dialami para pemula. Yang senior pun juga mengalaminya.

    Agar naskah "tak layak muat" tidak terbuang percuma, sertakan prangko balasan. Tujuannya, supaya naskah bisa kembali ke tangan anda, disertai alasan penolakan. Kalau alasan penolakan karena naskah tidak sesuai dengan visi-misi media, anda bisa mencobanya mengirim ulang ke media lain yang lebih sesuai. Naskah anda pun tak jadi terbuang percuma bukan?

Itulah kiat-kiat sederhana yang mungkin dianggap sepele, namun ternyata berpengaruh terhadap pemuatan.

Sekarang kan jamannya internet. Kenapa tidak mengirim lewat internet saja?

Aha, saya suka pembaca kritis seperti anda! :> Jangan khawatir, untuk posting berikutnya saya akan membahas teknik mengirim naskah via email untuk melengkapinya.

Semoga berguna. Selamat mencoba.
:>


Bahan tulisan dari:
  • Nerwsletter BelajarMenulis.com karya Jonru (www.jonru.net)
  • Buku Mengarang Itu Gampang karya Arswendo Atmowiloto. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kiat Menulis Posting yang Menarik (#2)


Dalam posting sebelumnya, sudah saya jelaskan sedikit mengenai kiat menulis posting yang menarik. Kini saya akan melanjutkan pembahasan itu.

"Lalu apa lagi kiatnya?"

Wah, anda tidak sabaran sekali ya. :-) Baiklah, beberapa kiat berikut ini bisa anda lakukan:

  1. Jenis, Ukuran, dan Warna Tulisan
    Berikan warna berbeda pada tulisan penting dalam posting anda. Bisa merah, biru, hijau, dan sebagainya. Sesuka anda. Namun warna biru dan hijau diyakini bisa memnyejukkan mata. Jadi saya sarankan anda untuk menggunakan 2 jenis warna itu untuk menandai tulisan penting di posting anda.

    Tapi jangan diwarnai semua. Ini bukan lomba mewarna (hehe,.). Hanya warnai yang penting saja. Kalau semua penting? Pilih yang paling penting di antara yang penting. Pasti ada.

    Selain warna, anda bisa membuat variasi dengan memilih jenis huruf (font) atau ukurannya.

    Mata manusia cenderung memperhatikan sesuatu yang menonjol dari sekitarnya. Yang beda di antara lainnya. Dengan memberikan warna, memilih jenis font yang berbeda, atau memperbesar ukurannya, diharapkan pembaca akan lebih mudah mengingat poin-poin penting yang sedang anda bahas.


  2. Beri Nomor atau Bullet
    Bila dalam postingan anda hendak menjelaskan beberapa poin penting, dan butuh penjabaran, sebaiknya anda beri penomoran atau titik poin bullet. Dengan begitu menjadi lebih jelas lagi: mana pengantar tulisan, mana isi, dan mana bagian penutup. Agar para pembaca yang tak punya banyak waktu bisa langsung menemukan "isi" tulisan anda.


  3. Sisipan Humor
    Humor bisa bikin segar. Membaca tulisan lucu membuat orang terhibur. Anda bisa menyisipkan kata-kata lucu (joke) untuk menghilangkan kesan berat pada tulisan anda.

    Tulisan feature dalam Jurnalistik tak jarang juga menyisipkan humor di sela-sela tulisan. Nyatanya, feature diminati sebagai alternatif pilihan bagi pembaca yang bosan dengan berita-berita berat.

    Gunakan humor seperlunya saja. Kecuali jika topik blog anda memang humor.


  4. Gambar
    Inilah satu-satunya kita mempercantik tulisan dalam bentuk non-teks. Ya, memberi gambar.

    Memberikan ilustrasi berupa gambar akan mempermudah anda untuk menjelaskan gagasan. Karena itu, usahakan gambar yang ditampilkan masih relevan dengan topik yang sedang dibahas. Misal: anda sedang membahas teknik memancing yang benar. Bisa disisipkan gambar kail, joran, atau ikan.

    Selain judul dan lead, gambar adalah yang paling awal dilihat pengunjung blog. Tentu gambar yang menarik—selama masih relevan—akan berpengaruh pula terhadap daya tarik tulisan.

    Pemberian gambar yang menarik namun relevan bisa anda lihat dalam tulisan =>ini: (hehe,.narsis dikit).

Itulah beberapa kiat teknis yang bisa anda lakukan agar tulisan terlihat menarik.

Namun ingat, 1 hal yang paling penting di antara itu semua adalah: isi dari tulisan anda haruslah bermanfaat bagi orang lain. Se-atraktif apa pun anda mempermak tulisan, bila isinya tak memberi manfaat, ya percuma saja. Banyak orang rela mengeluarkan biaya untuk ber-internet tujuannya adalah mencari informasi. Terutama informasi yang bermanfaat. Jangan sampai anda kecewakan mereka dengan tulisan yang sama sekali tidak memberi manfaat.

Nah, barangkali anda punya kiat lain? Silakan berbagi di sini. Mari saling menginspirasi..
:-)